PUASA PESANTREN KILAT RUHANIAH
Sebelum melanjutkan obrolan santai kita di malam ramadhan ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan karunia yang teramat besar yaitu dengan tetap adanya Iman dan Islam di dada kita masing-masing dan diberikannya kita kesehatan hingga kita tetap dapat menunaikan kewajiban Ibadah puasa, melaksanakan shalat terawih, witir, tadarus Al Quran dan ibadah lainya di bulan yang mulia ini.
Selawat dan salam kita sampai pada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kita ucapkan selamat bagi seluruh kaum muslimin dan muslimat dimanapun mereka berada.
Hadirin yang berbahagia.
Sebelumnya mohon maaf, bila keberadaan saya di depan hadirin terlalu sering, jangan - jangan nantinya menimbulkan kejenuhan, apa lagi di dalam jadwal acara ramadhan nama saya ada di sana, banyak lagi! seharusnya tidak demikian, mengapa ? Kalau acara-acara di HPII kita ibaratkan bola, maka ketika bola itu dilempar ke Pak Wasal, Pak mengopernya ke yang muda-muda saja, ketika bola di oper ke yang muda diwakili Sdr Abdullah dan Saudara Abdullah mengoper lagi ke Ketua HPII, dari Ketua di oper Ke Sekjen HPII, dari Sekjen HPII ke Pak Solihin dari Pak Solihin di oper ke tengah-tengah dan dari tengah gelanggang bola itu di kirim dengan manisnya ke penjaga gawang dan kalau penjaga gawang tidak mau menerima bola, maka Pak wasal berkata : " wah pejaga gawangnya putus asa nih ! "Jadi kalau yang lain boleh, oper ke sana ke sini, lempar ke sana lempar ke sini , sedangkan untuk kiper harus menangkap apa saja yang dilemparkan ke mulut gawang. Kiper tak boleh mundur, kiper tidak boleh ke bobolan. Kalu yang lain boleh tiaraf dengan alasan masing-masing, penjaga gawang harus tetap berdiri.
Ini persis keadaan yang terjadi pada Reformer Abu A'la Maududi, ketika Beliau sedang ceramah lalu terdengar tembakan, jemaah mengingatkan 'Tiaraf " kata Beliau ' Tidak, Aku tidak akan tiaraf, kalau semuanya tiaraf, siapa lagi yang mau berdiri di mimbar ini " ! Begitulah Beliau punya tekad. Sedangkan resiko bagi yang berdiri di atas mimbar itu banyak al :
1. Dikritik, kalau salah dalam kata dan kalimat, apa lagi jika berdiri dihadapan orang-orang pintar . Yang muncul secara spontan biasanya adalah kata , kalimat atau pernyataan yang salah.
2. Dihina, kalau tidak bisa menjalankan apa yang dikatakan. Dan menjadi bahan gunjingan yang empuk.
3. Di ceburkan ke neraka oleh Malaikat Jabaniah lebih dahulu, bila yang dikatakan lain dengan perbuatan.
4. Dan yang paling celaka akan mendapat kutukan Allah, bila tidak bisa mengamalkan apa yang telah disampaikan.
Hadirin yang berbahagia.
Obrolan santai kita malam tema yang saya ambil adalah Puasa sebagai pendidikan kilat ruhaniah. Mengapa ? Karena selama ini banyak perguruan tinggi yang telah mencetak manusia yang tidak utuh, manusia yang bernalar tinggi tetapi berhati kering. Sarjana yang meraksasa dalam tehnik tetap masih marayat dalam etika, intelek- intelek yang pongah dengan pengatahuan tetapi kebingungan menikmati kehidupan. Dan banyak manusia yang terlepas dari dimensi rohaninya, kamanusiaannya menjadi kamnusiaan yang berpenyakit " Semakin banyak orang pintar, tapi semakin sulit mencari orang Jujur yaitu orang yang dapat dipercaya, orang yang dapat menjalankan setiap amanah yang diberikan Allah dengan sebenar-benarnya, dimanapun dan pada posisi apapun dia bekerja.
Itulah sebabnya, Nabi Muhammad saw gelar yang pertama kali didapat dari masyarakat sekitarnya, baik lawan maupun kawan adalah 'Al Amin' Yang terpecaya. Bukan Sidiq, Amanah, Tablig atau Fatonah, walaupun ke empat sipat terakhir adalah sipat yang wajib dimiliki oleh Rosulllah saw !
Penyakit manusia timbul, karena manusia hanya mempertajam akalnya saja dan mengesampingkan hati nurani. Ilmunya menggapai angksa tapi hatinya terbudak oleh kerakusan, iri hati, kebencian, kegersangan emosi dan penipuan; ketrampilannya mampu menggerakkan secanggih apapun benda tersebut, tapi ia tidak mengendalikan hawa napsunya sendiri.
Manusia adalah makhluk jasmani dan ruhani sekaligus. karena itu, dsalam dirinya ada potensi untuk berhubungan dengan dunia matrial dan spritual. Ia mampu menangkap hukum-hukum alam di balik gejala-gejala fisik yang diamatinya, tetapi ia juga mampu menyadap isyarat-isyarat gaib dari alam yang lebih luas. Kebahagiaan, ketentraman, keindahan, kesucian. keadilan adalah gejala-gejala ruhaniah. Dan untuk mendapatkan itu semua ramadhan adalah jawabannya, karena ramadhan adalah madrasah untuk mendidik manusia-manusia yang adil, bahagia, tentram dan suci dan jika dirangkum manjadi manusia yang bertaqwa. Yaitu manusia yang seperti di firmankan Allah dalam surat Yunus ayat 62-63 :
Artinya : Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekwatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.
Ayat tersebut diperkuat dengan Ayat yang menjadi landasan kewajiban berpuasa yaitu surat Al Baqoroh 183 :
Artinya : Wahai orangt-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.
Pelajaran apakah yang diberikan pada madrasah ruhaniah yang bernama puasa ? Sebagian diantaranya adalah ikhlas, pembersihan diri, ihsan dan ibadah. Mari kita gali agak dalam sedikit.
1. Ikhlas
Iklhlas artinya bermala semata-mata karena mengharap keridhoaan Allah. Puasa adalah latiha ikhlas, sebab puasa tidak kelihatan orang. Kelelahan fisik, kelesuan, bibir yang kering buka menunjukkan puasa saja. Dalam puasa orang didik behwa keridhoaan Allah lebih besar daripada dunia dengan segala isinya, Seperti yang difirmanakan Allah dalam surat At Taubah 72 : Wa ridwanum minallhi akbar !
Karena itu bila puasanya berhasil, manusia tidak lagi membabi buta mengejar kekayaan, bila kekayaan itu mengandung murka Allah, Ia tidak lagi mempertahankan kekuasaan , bila kekuasaan itu mengahalanginya untuk mencapai ridho Allah.
2. Pembersih diri.
Dalam puasa seorang muslimin dididik untuk menghindari perbuatan tercela. Ia mengendalikan lidahnya agar tidak keluar kata-kata keji, mengumpat, mencaci maki dsb Bahkan jika di cemoohkan orang lainpun, nabi menyuruh menjawab dengan sederhana " Inni shaim" ( Saya sedang berpuasa) Ia mengendalikan telinga, padangan dan selllruuah anggota tu8buhnya, bahkan getaran hatinya yang terdalam. agar ia tidak terkena apa yang diperingat roosul yaitu " Betapa banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapat apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga ".(HR Bukhoori).
Taqwa tidak akan tercapai tanpa proses pembersihan diri. Cahaya ruhani tidak akan mampu menembus hati yang dipenuhi dosa dan maksiat. Nur Rabbani tidak akan terpantul dari jiwa-jiwa yang penuh dengan kekotoran. Cahaya Allah tidak akan masuk ke dalam orang yang dengan sengaja mengotori ruhaninya sendiri dengan melanggar perintah Allah, berbuat maksiat dan tidak merasa malu melanggar perintah-Nya.
3. Ihsan dan Ibadah.
Dalam bulan ramadhan seorang muslim diajar untuk membiasakan diri berbuat baik pada sesama, memperbanyak sedekah, menolong orang lain, menggembirakan yang susah , meringankan beban yang berat yang diderita orang lain dan berlatih untuk memberikan hak orang lain betapun kecil nilai hak tersebut. Pada saat yang sama lidahnya berdzikir dan membaca Al Qur'an, ditenggakkannya shalatul lail, seperti terawih, witir, tahajud dsb. Dipenuhinya waktu sahur dengan sitigfar, mohon ampun sebanyak-banyak kepada Allah. Matanya sayu karena kurang tidur, Bibirnya kering karena lapar dan dahaga. tubuhnya lemah kekurangan energi, tapi pandangan kalbunya cemerlang dengan sinar Rabbani, Cahaya Allah masuk ke dalam jiwanya dan jiwanyapun ridho kepada Allah dan Allah pun meridhoinya.
Keempat kulitas ini akan sanggup memberikan, keharuan imani pada kegersangan intelektual, timbangan keadilan bagi yang haus kekuasaan, kelembutan kasih sayang pada penumpuk harta benda dan keutuhan insani pada kamusiaan yang penuh cacat ! Ada empat hal lagi untuk membekali orang yang berpuasa, agar puasanya mencapai kesempurnaan. Seperti yang disampaikan oleh Dzun Nun Al Misri seorang sufi besar dari Mesir sbb :
1. Jangan bergaul dengan Allah, kecuali dengan Muwafaqoh yaitu menyesuaikan diri dengan perintah-perintah Allah dan menjauh larangan-Nya. dengan prinsif; " sami'na wa ato'na " kami dengar dan kami patuhi ! Bukan "sami'na wa asyoina", kami dengar dan kami langgar. Karena ada yang berkata : "Hukum dan peraturan Allah di buat untuk dilanggar" Mari kita doakan orang yang berkata semacam ini, agar hidayah Allah kembali turun kepadanya.
2. Jangan bergaul dengan manusia, kecuali dengan munashakoh yaitu menghidupkan kecintaan kepada rosul, orang-orang suci dan sayang menyayangi dengan sesama manusia.
3. Jangan bergaul dengan napsu, kecuali dengan mukhalafah yaitu membantah dan menentang hawa napsu, karena berjuang melawan hawa napsu sendiri termasuk jihad yang besar.
4. Jangan bergaul dengan setan, kecuali dengan memerangi dan menjadikan musuh yang nyata.
Hadirin sekalian.
Sebagai penutup obrolan singkat ini, saya kutipkan syair dari Al Anshari seorang sufi dari Persia :
Wahai sahabatku, pandanglah pemakaman nun jauh di sana
dan saksikan betapa banyak pusara di dalamnya
berapa ratus ribu manusia-manusia taak berdaya berbaring di sana
di dalam kelelapan
Setiap orang diantara mereka telah membanting tulang dan berjuang
telah terbakar harapan dan ketamakan
dan pakaian-pakaian gemerlapan bertahta ratna mutu manikam
Mereka menumpuk-numpuk berguci-guci emas dan perak
merapas napkah orang banyak
dan berlomba-lomba dengan tipu muslihat
mencari uang banyak
namun akhirnya dengan penuh penyesalan
mereka dibaringkan untuk menghadapi ajal
Gudang harta kekayaan, mereka penuhkan
dan di dalam jiwa mereka
tertanam benih-benih ketamakan
tetapi akhirnya semua itu mereka tinggalkan
Sungguh menyedihkan, dengan tak terduga-duga
terjerembab di pintu kematian
dan di sana cangkir takdirlah
yang mereka minum
Wahai sahabatku, renungilah kebimbangan hatimu
dan bergegaslah engkau ke pintu taubat
jika tidak, ketahuilah olehmu
engkau akan tersiksa selama-lamanya.
Demikian. Lebih kurangnya mohon maaf !
Wabillahi taufik wal hidayah
wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Moskow, 25 Desember 1998 M
7 Ramadhan 1419 H
Sebelum melanjutkan obrolan santai kita di malam ramadhan ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan karunia yang teramat besar yaitu dengan tetap adanya Iman dan Islam di dada kita masing-masing dan diberikannya kita kesehatan hingga kita tetap dapat menunaikan kewajiban Ibadah puasa, melaksanakan shalat terawih, witir, tadarus Al Quran dan ibadah lainya di bulan yang mulia ini.
Selawat dan salam kita sampai pada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kita ucapkan selamat bagi seluruh kaum muslimin dan muslimat dimanapun mereka berada.
Hadirin yang berbahagia.
Sebelumnya mohon maaf, bila keberadaan saya di depan hadirin terlalu sering, jangan - jangan nantinya menimbulkan kejenuhan, apa lagi di dalam jadwal acara ramadhan nama saya ada di sana, banyak lagi! seharusnya tidak demikian, mengapa ? Kalau acara-acara di HPII kita ibaratkan bola, maka ketika bola itu dilempar ke Pak Wasal, Pak mengopernya ke yang muda-muda saja, ketika bola di oper ke yang muda diwakili Sdr Abdullah dan Saudara Abdullah mengoper lagi ke Ketua HPII, dari Ketua di oper Ke Sekjen HPII, dari Sekjen HPII ke Pak Solihin dari Pak Solihin di oper ke tengah-tengah dan dari tengah gelanggang bola itu di kirim dengan manisnya ke penjaga gawang dan kalau penjaga gawang tidak mau menerima bola, maka Pak wasal berkata : " wah pejaga gawangnya putus asa nih ! "Jadi kalau yang lain boleh, oper ke sana ke sini, lempar ke sana lempar ke sini , sedangkan untuk kiper harus menangkap apa saja yang dilemparkan ke mulut gawang. Kiper tak boleh mundur, kiper tidak boleh ke bobolan. Kalu yang lain boleh tiaraf dengan alasan masing-masing, penjaga gawang harus tetap berdiri.
Ini persis keadaan yang terjadi pada Reformer Abu A'la Maududi, ketika Beliau sedang ceramah lalu terdengar tembakan, jemaah mengingatkan 'Tiaraf " kata Beliau ' Tidak, Aku tidak akan tiaraf, kalau semuanya tiaraf, siapa lagi yang mau berdiri di mimbar ini " ! Begitulah Beliau punya tekad. Sedangkan resiko bagi yang berdiri di atas mimbar itu banyak al :
1. Dikritik, kalau salah dalam kata dan kalimat, apa lagi jika berdiri dihadapan orang-orang pintar . Yang muncul secara spontan biasanya adalah kata , kalimat atau pernyataan yang salah.
2. Dihina, kalau tidak bisa menjalankan apa yang dikatakan. Dan menjadi bahan gunjingan yang empuk.
3. Di ceburkan ke neraka oleh Malaikat Jabaniah lebih dahulu, bila yang dikatakan lain dengan perbuatan.
4. Dan yang paling celaka akan mendapat kutukan Allah, bila tidak bisa mengamalkan apa yang telah disampaikan.
Hadirin yang berbahagia.
Obrolan santai kita malam tema yang saya ambil adalah Puasa sebagai pendidikan kilat ruhaniah. Mengapa ? Karena selama ini banyak perguruan tinggi yang telah mencetak manusia yang tidak utuh, manusia yang bernalar tinggi tetapi berhati kering. Sarjana yang meraksasa dalam tehnik tetap masih marayat dalam etika, intelek- intelek yang pongah dengan pengatahuan tetapi kebingungan menikmati kehidupan. Dan banyak manusia yang terlepas dari dimensi rohaninya, kamanusiaannya menjadi kamnusiaan yang berpenyakit " Semakin banyak orang pintar, tapi semakin sulit mencari orang Jujur yaitu orang yang dapat dipercaya, orang yang dapat menjalankan setiap amanah yang diberikan Allah dengan sebenar-benarnya, dimanapun dan pada posisi apapun dia bekerja.
Itulah sebabnya, Nabi Muhammad saw gelar yang pertama kali didapat dari masyarakat sekitarnya, baik lawan maupun kawan adalah 'Al Amin' Yang terpecaya. Bukan Sidiq, Amanah, Tablig atau Fatonah, walaupun ke empat sipat terakhir adalah sipat yang wajib dimiliki oleh Rosulllah saw !
Penyakit manusia timbul, karena manusia hanya mempertajam akalnya saja dan mengesampingkan hati nurani. Ilmunya menggapai angksa tapi hatinya terbudak oleh kerakusan, iri hati, kebencian, kegersangan emosi dan penipuan; ketrampilannya mampu menggerakkan secanggih apapun benda tersebut, tapi ia tidak mengendalikan hawa napsunya sendiri.
Manusia adalah makhluk jasmani dan ruhani sekaligus. karena itu, dsalam dirinya ada potensi untuk berhubungan dengan dunia matrial dan spritual. Ia mampu menangkap hukum-hukum alam di balik gejala-gejala fisik yang diamatinya, tetapi ia juga mampu menyadap isyarat-isyarat gaib dari alam yang lebih luas. Kebahagiaan, ketentraman, keindahan, kesucian. keadilan adalah gejala-gejala ruhaniah. Dan untuk mendapatkan itu semua ramadhan adalah jawabannya, karena ramadhan adalah madrasah untuk mendidik manusia-manusia yang adil, bahagia, tentram dan suci dan jika dirangkum manjadi manusia yang bertaqwa. Yaitu manusia yang seperti di firmankan Allah dalam surat Yunus ayat 62-63 :
Artinya : Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekwatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.
Ayat tersebut diperkuat dengan Ayat yang menjadi landasan kewajiban berpuasa yaitu surat Al Baqoroh 183 :
Artinya : Wahai orangt-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.
Pelajaran apakah yang diberikan pada madrasah ruhaniah yang bernama puasa ? Sebagian diantaranya adalah ikhlas, pembersihan diri, ihsan dan ibadah. Mari kita gali agak dalam sedikit.
1. Ikhlas
Iklhlas artinya bermala semata-mata karena mengharap keridhoaan Allah. Puasa adalah latiha ikhlas, sebab puasa tidak kelihatan orang. Kelelahan fisik, kelesuan, bibir yang kering buka menunjukkan puasa saja. Dalam puasa orang didik behwa keridhoaan Allah lebih besar daripada dunia dengan segala isinya, Seperti yang difirmanakan Allah dalam surat At Taubah 72 : Wa ridwanum minallhi akbar !
Karena itu bila puasanya berhasil, manusia tidak lagi membabi buta mengejar kekayaan, bila kekayaan itu mengandung murka Allah, Ia tidak lagi mempertahankan kekuasaan , bila kekuasaan itu mengahalanginya untuk mencapai ridho Allah.
2. Pembersih diri.
Dalam puasa seorang muslimin dididik untuk menghindari perbuatan tercela. Ia mengendalikan lidahnya agar tidak keluar kata-kata keji, mengumpat, mencaci maki dsb Bahkan jika di cemoohkan orang lainpun, nabi menyuruh menjawab dengan sederhana " Inni shaim" ( Saya sedang berpuasa) Ia mengendalikan telinga, padangan dan selllruuah anggota tu8buhnya, bahkan getaran hatinya yang terdalam. agar ia tidak terkena apa yang diperingat roosul yaitu " Betapa banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapat apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga ".(HR Bukhoori).
Taqwa tidak akan tercapai tanpa proses pembersihan diri. Cahaya ruhani tidak akan mampu menembus hati yang dipenuhi dosa dan maksiat. Nur Rabbani tidak akan terpantul dari jiwa-jiwa yang penuh dengan kekotoran. Cahaya Allah tidak akan masuk ke dalam orang yang dengan sengaja mengotori ruhaninya sendiri dengan melanggar perintah Allah, berbuat maksiat dan tidak merasa malu melanggar perintah-Nya.
3. Ihsan dan Ibadah.
Dalam bulan ramadhan seorang muslim diajar untuk membiasakan diri berbuat baik pada sesama, memperbanyak sedekah, menolong orang lain, menggembirakan yang susah , meringankan beban yang berat yang diderita orang lain dan berlatih untuk memberikan hak orang lain betapun kecil nilai hak tersebut. Pada saat yang sama lidahnya berdzikir dan membaca Al Qur'an, ditenggakkannya shalatul lail, seperti terawih, witir, tahajud dsb. Dipenuhinya waktu sahur dengan sitigfar, mohon ampun sebanyak-banyak kepada Allah. Matanya sayu karena kurang tidur, Bibirnya kering karena lapar dan dahaga. tubuhnya lemah kekurangan energi, tapi pandangan kalbunya cemerlang dengan sinar Rabbani, Cahaya Allah masuk ke dalam jiwanya dan jiwanyapun ridho kepada Allah dan Allah pun meridhoinya.
Keempat kulitas ini akan sanggup memberikan, keharuan imani pada kegersangan intelektual, timbangan keadilan bagi yang haus kekuasaan, kelembutan kasih sayang pada penumpuk harta benda dan keutuhan insani pada kamusiaan yang penuh cacat ! Ada empat hal lagi untuk membekali orang yang berpuasa, agar puasanya mencapai kesempurnaan. Seperti yang disampaikan oleh Dzun Nun Al Misri seorang sufi besar dari Mesir sbb :
1. Jangan bergaul dengan Allah, kecuali dengan Muwafaqoh yaitu menyesuaikan diri dengan perintah-perintah Allah dan menjauh larangan-Nya. dengan prinsif; " sami'na wa ato'na " kami dengar dan kami patuhi ! Bukan "sami'na wa asyoina", kami dengar dan kami langgar. Karena ada yang berkata : "Hukum dan peraturan Allah di buat untuk dilanggar" Mari kita doakan orang yang berkata semacam ini, agar hidayah Allah kembali turun kepadanya.
2. Jangan bergaul dengan manusia, kecuali dengan munashakoh yaitu menghidupkan kecintaan kepada rosul, orang-orang suci dan sayang menyayangi dengan sesama manusia.
3. Jangan bergaul dengan napsu, kecuali dengan mukhalafah yaitu membantah dan menentang hawa napsu, karena berjuang melawan hawa napsu sendiri termasuk jihad yang besar.
4. Jangan bergaul dengan setan, kecuali dengan memerangi dan menjadikan musuh yang nyata.
Hadirin sekalian.
Sebagai penutup obrolan singkat ini, saya kutipkan syair dari Al Anshari seorang sufi dari Persia :
Wahai sahabatku, pandanglah pemakaman nun jauh di sana
dan saksikan betapa banyak pusara di dalamnya
berapa ratus ribu manusia-manusia taak berdaya berbaring di sana
di dalam kelelapan
Setiap orang diantara mereka telah membanting tulang dan berjuang
telah terbakar harapan dan ketamakan
dan pakaian-pakaian gemerlapan bertahta ratna mutu manikam
Mereka menumpuk-numpuk berguci-guci emas dan perak
merapas napkah orang banyak
dan berlomba-lomba dengan tipu muslihat
mencari uang banyak
namun akhirnya dengan penuh penyesalan
mereka dibaringkan untuk menghadapi ajal
Gudang harta kekayaan, mereka penuhkan
dan di dalam jiwa mereka
tertanam benih-benih ketamakan
tetapi akhirnya semua itu mereka tinggalkan
Sungguh menyedihkan, dengan tak terduga-duga
terjerembab di pintu kematian
dan di sana cangkir takdirlah
yang mereka minum
Wahai sahabatku, renungilah kebimbangan hatimu
dan bergegaslah engkau ke pintu taubat
jika tidak, ketahuilah olehmu
engkau akan tersiksa selama-lamanya.
Demikian. Lebih kurangnya mohon maaf !
Wabillahi taufik wal hidayah
wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Moskow, 25 Desember 1998 M
7 Ramadhan 1419 H
No comments:
Post a Comment